Kamis, 07 Juli 2016

Renungan Ramadhan (Ku)

Ramadhan 1437 H tinggal menghitung hari. Arrrghh ... entah kenapa saya (selalu) merasa kehilangan (dan) gak rela 'Tamu Agung' ini segera pergi. Mungkinkah ini penyesalan yang muncul akibat lalai ---tidak melaksanakan ibadah dengan khusu' (sungguh-sungguh) selama bulan Ramadhan, alih-alih ibadah berburu diskon, nge-plan bukber bareng teman, tidur seharian dengan dalih "Ibadah", sibuk ngumpulin takjil buat buka, siapin tabungan biar bisa mudik dan bagi-bagi THR buat sesama itulah yang terpikirkan (demi) melewatkan hari-demi-hari selama Ramadhan sambil menunggu datanganya Hari kemenangan 'Lebaran' (pengalaman pribadi).

Astagfirullah ... , semoga Allah masih memberikan kesempatan (untuk) bertaubat disisa Ramadhan; memberikan ampunan dan (berkenan) mengampuni dosa-dosa hamba sebelum hari kemenangan tiba agar dapat kembali Fitrah. Amin Ya Rabbal 'alamin.

Teringat khotbah jum'at kemaren (1 Juli 2016) di sebuah masjid yayasan pendidikan di sekitar Pogung Lor (lupa nama masjid-nya). Khotib ---yang tidak saya ketahui identitasnya--- sangat antusias menyampaikan materi khotbah "Mana dirimu : saat menyambut Ramadhan".

Awalnya tidak begitu tertarik ---lebih memilih terlelap (tanpa sengaja) dalam duduk karena waktu sholat Jum'at godaan terberat terletak pada khotbah-nya, mengantuk plus disuguhi materi yang itu-itu saja (lebih tepatnya) membuat kantuk segera datang.

"Marhaban Ya Ramadhan"

Ungkapan di atas menggambarkan betapa agung Ramadhan dan begitu antusiasnya muslim menyambut Ramadhan.

"Ahlan Wa Sahlan"

Ungkapan saat menyapa seseorang (kenalan, teman, kerabat, sahabat . . . ) yang tidak terlalu istimewa.

"Dari sini, yang mana ungkapan reader untuk Ramadhan tahun ini ?"

Bulan Ramadhan begitu istimewa ---bagi muslim yang dapat mensyukuri kedatanganya. Namun, ada (juga) yang terbebani dengan datangnya bulan suci ini (menahan haus dan lapar atau alasan lain).
Dari sini khotib meng-analogi-kan. Ramadhan ibarat istri pertama dan kedua.

Suami sangat sayang dan cinta dengan istri pertama hingga pertemuan dengannya sungguh dinantikan senantiasa dirindukan. Hingga hari terakhir bersama dia sangat dinikmati seakan-akan tidak akan bertemu kembali.

Karena harus berlaku adil kepada kedua-nya. Pertemuan dengan istri kedua-pun tidak dapat dihindari. Sebelum hari pertemuan hingga hari (bertemu) datang suami begitu cemas, enggan dan malas untuk bertemu. Apalagi bersama selama satu bulan. Satu hari terasa lama, membosankan ---ibarat cobaan yang tidak terputus. Hari terakhir dengan istri kedua (sangat) ditunggu dan diharapkan segera datang.

"Nah . . . , Dari kutipan di atas yang manakah reader ?"
"Analogi-nya mudah diterima, bukan ?"

Dari sini semoga saya (pribadi) dan reader belajar untuk dapat memaknai, mengisi dan menikmati bulan yang penuh berkah, rahmat dan ampunan ini secara total. Kita tidak tahu sampai Ramadhan keberapa kita dipertemukan. Ramadhan akan datang (mungkin) tahun depan, tetapi, "yakin kita (masih) bisa berjumpa lagi ?.

"Marhaban ya Ramadhan".

Semoga di hari-hari terakhir di bulan yang agung ini. Kita bisa lebih memanfaatkan waktu sebaik mungkin; meningkatkan iman dan taqwa; beribadah sebanyak mungkin seakan Ramadhan tidak (dapat) kita jumpai lagi esuk hari.

"Amin..., Amin..., Ya Rabbal'alamin".

6 komentar:

  1. Minal aidin walfaidzin bang

    BalasHapus
  2. Minal aidzin jg ya... numpang lewat

    Salam www.travellingaddict.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. kembali ke "FITRI" ,Mas. nuhun sudah numpang.

      Hapus
  3. Ternyata postingan ini udah tentang puasa tahun kemaren ya..sebentar lagi juga sudah hampir mau Ramadhan. Semoga kita bisa ketemu bulan Ramadhan dan beribadah sebaik mungkin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar. emang ramadhan selalu ngangenin, tapi bukan (hanya) ngangeninnya yang ditunggu selain rutinitas harianya juga plus limpahan pahalany :). salam kenal

      Hapus